31 Okt 2012
Satu tubuh adalah ungkapan yang dianalogikan Alkitab tentang orang percaya. Satu tubuh di dalam Kristus (Roma 12:5). Analogi ini tentu tidaklah sempurna untuk menggambarkan hubungan orang percaya dengan Tuhan. Sebab tanpa orang percaya pun Tuhan tetap ada (Kepala gereja). Sedangkan orang percaya tanpa Tuhan adalah hal yang tidak mungkin.
Jadi Analogi ini hanya dapat diartikan antara hubungan manusia dengan Tuhan dan bukan sebaliknya (yaitu hubungan Tuhan dengan manusia). Dalam hubungan Gereja dengan Tuhan bukanlah hubungan simbiosis mutualisme: (hubungan yang saling menguntungkan). Ini dapat kita lihat dari ungkapan Yesus saat orang saat orang farisi meminta Yesus memerintahkan orang banyak untuk diam.Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak. (Lukas 19:40).
Menarik apa yang dikatakan oleh Bapak Bishop saat Khotbah di Pembukaan Rapat Pendeta ke 38 tentang arti dan makna di dalam tubuh, yaitu di dalam tubuh tidak ada saling memperebutkan sumber kehidupan, tetapi mengambil bagian yang sama dari sumber kehidupan yang sama dan saling berbagi dan berkeadilan. Itulah hakekat tubuh jika yang satu terluka maka tubuh yang lain akan merasakan terluka. Bagian tubuh yang lain tidak akan pernah mengatakan tidak merasakan apa-apa jika kaki sakit. Semua berjalan di dalam irama yang indah dan saling memperhatikan dan bertindak adil.
Analogi tubuh memberi suatu pengertian yang dalam diantara hubungan gereja yang satu dengan yang lain. Hubungan antara pelayan dan warga jemaat juga dapat dikaitkan dengan analogi tubuh ini. Sebagaimana hal yang selalu disuarakan di dalam buku Misi dalam Konteks yaitu misional bahwa adalah jati diri setiap orang, yang melekat dalam tubuh tersebut, berkeadilan dan berbagi. Berbagi tidak hanya berkaitan dengan dana tetapi berbagi tentang pergumulan setiap orang.
Anggota tubuh yang satu bersuka cita saat anting dikenakan di telinga. Lihatlah raut wajah dan mata seseorang jika mendapatkan hal yang baru. Di sana terpancar sukacita. Dan lihat jugalah saat potongan rambut seseorang tidak sempurna maka kaki pun akan enggan melangkah, wajah pun akan muram oleh karena rambut telah kehilangan sukacitanya.
Oleh sebab itulah tubuh tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Menarik melihat tarian diputar oleh Pdt. Prof. Dr. Jan S. Aritonang, yang mana yang laki-laki kehilangan satu kaki dan si perempuan kehilangan satu tangan. (she without arm he without leg ballet http://www.youtube.com/watch?v=LnLVRQCjh8c). Mereka boleh menari dengan indahnya seolah-olah kecacatan itu tidak ada. Tarian dan gerak tubuh yang indah “menghilangkan” kecatatan tersebut. Ini juga yang diserukan oleh ketua BPRP Pdt. Raden Samosir: para Pendeta harus beririrangan dan seirama dengan warga jemaat. Demikian juga yang diungkapkan oleh Bapak Sekjend Pdt. Oloan Pasaribu MTh di dalam Sambutannya bahwa GKPI sebagai satu tubuh Kristus dapat melayani lebih baik lagi dalam dunia yang sangat dinamis dan multidimensional ini.
Rasul Paulus memahami bahwa tubuhnya adalah rapuh ia mengandaikan dirinya seperti bejana tanah liat yang tidak berarti jika hanya dirinya (bnd 2 Korintus 4:7). Dan saat ia memohon agar duri di dalam dagingnya diambil oleh Tuhan. Tuhan menjawabnya "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. 2 Korintus 12:9). Hal ini bermakna bahwa Paulus adalah bukan orang yang sempurna.
Dalam Buku Misi dalam Konteks disuarakan tentang Transformasi (perubahan), Rekonsiliasi (Pendamaian) dan Pemberdayaan. Ketiga kata ini sejatinya mewarnai hidup setiap orang yang telah hidup dalam misional Gereja.
Pdt. HUM Gultom, S.Th usielgultom@ymail.com
Source: Majalah Suara GKPI Edisi Oktober 2012
|